Sumenep, dialektika.news – Seorang aktivis berparas ayu, Arita Aprilia, ikut mendesak Polres Sumenep untuk segera menangkap oknum guru bejat yang tidak bermoral di SDN Kebunagung ll yang dilaporkan rame-rame oleh orang tua korban atas perkara pencabulan terhadap anak dibawah umur.
Aktivis perempuan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mengaku geram atas lambannya penanganan kasus pencabulan terhadap anak yang hingga kini belum mendapat kepastian di meja Polres Sumenep.
Arita Aprilia secara tegas mengatakan, kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di SD Kebunagung ll, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, adalah kejahatan yang tidak bisa ditolerir dan tidak ada ruang untuk perdamaian.
Aktivis perempuan yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Wiraraja (Wapresma Unija) di ujung timur pulau Garam Madura ini mendesak Polres untuk segera mempercepat penindakan terhadap pelaku pelecehan seksual. Karena menurutnya itu bagian dari perlindungan terhadap korban sebagaimana di atur dalam UU No 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, bahwa keterbatasan fisik dan mental korban merupakan hal yang perlu di perhatikan khusus.
“Kasus ini sangat sensitif dan memerlukan perhatian khusus terhadap korban. Proses penanganannya pun terlalu sensitif untuk korban terintimidasi. Mengingatkan pentingnya memperhatikan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang mengharuskan perhatian khusus terhadap keterbatasan fisik dan mental korban,” kata Arita sapaan akrabnya, Jumat (31/5/2024).
Kata Arita, kasus ini semakin mencengangkan karena pelakunya adalah seorang guru sekolah yang dua di antara korban masih ada hubungan famili dengan pelaku dan rumah tinggalnya berdekatan. Dari empat korban yang melapor ke Mapolres Sumenep, kini satu korban sudah mencabut laporannya, diduga karena intimidasi.
“Pelaku seharusnya segera ditetapkan sebagai tersangka untuk mencegah upaya intimidasi dan pelemahan terhadap korban,” tegas Arita.
Wapresma Unija Sumenep ini menilai, bahwa laporan yang masuk sudah memenuhi minimal dua alat bukti sesuai KUHP Pasal 184, yaitu bukti petunjuk dan keterangan saksi yang mendukung korban.
“Jika pelaku kasus pelecehan seksual ini belum juga ditetapkan sebagai tersangka hingga tanggal 1 Juni, ada pertanyaan besar mengenai kinerja APH kita. Mengapa penanganan kasus ini begitu lamban?,” tegas aktivis PMII ini.